
LUWUK, LUWUK POST—Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai, meluruskan informasi terkait alokasi anggaran untuk trofi senilai Rp 1,2 miliar.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai, Dr. Anang S Otoluwa, menerangkan alokasi anggaran sebesar itu dipergunakan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat.
“Nama program dalam nomenklatur anggaran adalah pemberdayaan masyarakat lalu subnya trofi, hadiah lomba kesehatan. Jadi, inti kegiatannya sebenarnya itu adalah pemberdayaan masyarakat,” tuturnya saat ditemui, Kamis (27/8).
Contoh kegiatan yang masuk dalam program—dengan nomenklatur hadiah lomba–lomba itu—adalah bagian dari membuat desa siaga, posyandu, dan lomba di bidang kesehatan seperti pemilihan tenaga kesehatan teladan.
Ia menjelaskan, anggaran Rp 1,2 M dialokasikan untuk pengadaan kaus bagi kader dasawisma. Kaus itu dimaksudkan sebagai bagian dari reward atau imbalan terhadap kegiatan kader dasawisma dalam inovasi 1PK-10PKK-100KK. Inti inovasi ini adalah, satu Pembina Keluarga (PK) bertanggungjawab kepada 100 Kepala Keluarga. Pembina Keluarga merupakan petugas kesehatan. Petugas Kesehatan bertanggung jawab terhadap 100 Kepala Keluarga. Saat ini, mulai dari Obo di Balingara Kecamatan Nuhon, hingga Desa Rata di Kecamatan Toili Barat KK telah di data.
“Ada 925 Petugas Kesehatan atau Pembina Keluarga. Mereka menjadi motor pelaksana program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga,” terang Anang.
Bentuk kegiatan yang dilakukan petugas kesehatan atau Pembina Keluarga itu adalah melakukan kunjungan ke rumah–rumah warga. Lalu memberikan pemeriksaan dan layanan kesehatan. “Saat ini pendekatan pelayanan adalah keluarga. Tidak bisa lagi masyarakat, karena keluarga lebih spesifik,” tekannya.
Bagaimana agar program tersebut menjangkau seluruh kepala keluarga di Kabupaten Banggai? Menurut Anang, untuk membantu Pembina Keluarga menjangkau seluruh kepala keluarga dan sekaligus melakukan monitoring, Dinas Kesehatan menjalin kerjasama dengan PKK. Kemudian menghidupkan kembali Dasawisma. “Dasawisma itu dibagi. Satu kader Dasawisma membina sebanyak 10 Kepala Keluarga. Jadi saat ini ada sekira 9250 kader Dasawisma,” tuturnya.
Lalu apa hubungannya dengan anggaran Rp 1,2 miliar yang ramai diperbincangkan? Anang, mengatakan, ribuan kader Dasawisma itu akan diberikan reward berupa kaus. Selama ini, kader–kader Dasawisma sudah bekerja membina keluarga lalu melaporkan kegiatan mereka dalam pertemuan tiga sampai empat kali Jambore di Kabupaten Banggai. Melalui kegiatan itu mereka berkumpul dan mengevaluasi program.
“Dalam jambore yang digelar di beberapa tempat itu, yang presentasi program adalah kader kader dasawisma itu,” ungkapnya.
Para kader Dasawisma, menurut Anang, berperan aktif dalam mencapai 12 indikator keluarga sehat. Yang kemudian dilombakan melalui binaannya masing-masing.
Sementara untuk petugas kesehatan, kata dia, sudah mendapatkan reward. Reward atau imbalan tersebut bentuknya beragam. Dari mulai sepeda motor, laptop dan umroh.
“Dan itu sudah diberikan. Anggaran untuk imbalan bagi petugas kesehatan berasal dari sponsor-sponsor. Di luar anggaran Rp 1,2 miliar yang direncanakan dialokasikan tahun depan itu,” tuturnya.
Mengingat besarnya peran dari para kader Dasawisma itu, pihaknya pun mengalokasikan anggaran senilai Rp 1,2 miliar.
“Mereka bilang, Pak Dokter bagaimana kalau torang dapat kaus? Aspirasi itulah yang kemudian kami usulkan untuk dianggarkan. Pengadaan kaus untuk 9250 kader dasawisma itu, nilainya Rp 1,2 miliar. Hitungannya satu kaus seharga Rp 150 ribu. Kalau diakumulasi sekitar 1,2 miliar,” ujarnya.
Ia juga menekankan, bahwa keikutsertaan kader dasawisma ini menjadikan inovasi Dinas Kesehatan, Satu PK 100 Kepala Keluarga lebih dikenal. “Sebab, ini sejalan dengan program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga,” ujarnya.
Berperan Dalam SPM
Selain untuk Program PIS-PK, Anang pun menjelaskan, bahwa saat ini pelayanan kesehatan harus memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan. Ada 12 indikator SPM, misalnya: Pertama, semua ibu hamil mendapatkan pelayanan sesuai standar. Nah, ibu hamil bisa diketahui secara dini jika dilakukan kunjungan keluarga. Kedua, semua penderita Diabetes Melitus harus terlayani dan terkendali gulanya. Sebab, biasanya kasus-kasus DM, diketahui jika penderita sudah mengalami luka parah, tidak sembuh, lalu saat ke dokter untuk mengecek gula darah ternyata tinggi.
“Tugas-tugas seperti ini dilakukan kader-kader dasawisma. Melakukan kunjungan rumah bersama Pembina Keluarga. Dengan begitu, Standar Pelayanan Minimal tersebut dapat dicapai. Tak bisa dicapai dengan cara–cara biasa. Harus berbasis keluarga, man to man. Ada petugas yang mengawasi langsung. Tidak boleh lagi seperti model dulu,” ujarnya.
Mengingat pentingnya peran kader Dasawisma itu, Anang pun memastikan anggaran yang dialokasikan Dinas Kesehatan itu memberi manfaat besar bagi masyarakat. “Kalau dibilang bukan untuk masyarakat, lah kader dasawisma dan kader posyandu juga adalah masyarakat kita,” imbuhnya. (ris)