LUWUK, LUWUK POST—Struktur anggaran berubah. Menyusul keluarnya banyak aturan baru. Salah satunya PP Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. PP tersebut merupakan pengganti PP Nomor 58 Tahun 2005.
Dahulu, dalam PP Nomor 58 Tahun 2005 dikenal belanja langsung dan belanja tidak langsung.
Saat ini, tidak ada lagi belanja langsung dan belanja tidak langsung. Mengacu PP Nomor 12 Tahun 2019 itu lebih dikenal belanja operasi, belanja modal dan belanja tidak terduga.
“Ini sebenarnya sudah harus diterapkan tahun lalu. Namun daerah diberikan dispensasi sampai tahun ini. Jadi tahun ini tidak ada pilihan lain. Mau tidak mau harus mengacu pada PP Nomor 12 Tahun 2019 itu,” kata Kepala Bappeda Kabupaten Banggai, Ramli Tongko, Selasa (18/8).
Ia memastikan struktur anggaran KUA PPAS 2021 menggunakan PP Nomor 12 itu. Tidak lagi mengenal belanja langsung maupun belanja tidak langsung.
Selain aturan PP Nomor 12 Tahun 2019, aturan baru lainnya adalah Permendagri Nomor 90 Tahun 2019 Tentang Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah. Dampaknya adalah perubahan pada nomenklatur program dan kegiatan.
Dahulu, kata Ramli, hanya dikenal program dan kegiatan. Saat ini, mengacu Permendagri Nomor 90 itu, selain program dan kegiatan juga dikenal sub kegiatan. Di bawah sub kegiatan terdapat belanja.”Kalau berdasarkan Permendagri Nomor 64 penyusunan KUA PPAS hanya sampai di sub kegiatan. Nanti setelah KUA PPAS diketuk dan disetujui, selanjutnya perangkat daerah menginput dan menyusun rencana kerja anggaran (RKA),” tuturnya.
RKA tersebut akan memuat rincian belanja yang diletakkan dibawah sub kegiatan tersebut. Misalnya, pembangunan jalan, rincian dan lokasinya akan terbaca di RKA. “Tahun ini diberlakukan. Akan diinput di SIPD (Sistem Informasi Pemerintahan Daerah) sesuai Permendagri Nomor 70,” terangnya.
Ramli memastikan, dengan SIPD, perencanaan maupun penganggaran sudah terintegrasi. “Dengan SIPD perencanaan sampai penganggaran sudah nyambung. Saya kunci dari perencanaan langsung pindah ke KUA PPAS,” tekannya.
Dahulu, karena aplikasi berbeda. Apa yang direncanakan bisa berbeda dengan apa yang dianggarkan. Perencanaan menggunakan aplikasi SIMRAL (Sistem Informasi Manajemen Perencanaan, Penganggaran dan Pelaporan), sementara penganggaran menggunakan aplikasi SIMDA (Sistem Informasi Manajemen Daerah).
Ramli tidak memungkiri dua aplikasi yang berbeda itu sangat rawan. Terutama karena dari perencanaan ke penganggaran dilakukan secara manual. Offline. “Dulu dari perencanaan pindah ke penganggaran dilakukan manual, dikopi. Di situ rawan. Karena itu KPK merekomendasikan agar diintegrasikan. Alhamdulillah tahun ini kita integrasi. Jadinya yang di-input di perencanaan itulah yang jadi KUA PPAS. Setelah KUA PPAS diisi RKA jadilah APBD,” tuturnya.
Ia memastikan dengan sistem yang terintegrasi itu, apa yang sudah dibukukan dalam KUA PPAS tidak bisa diubah. “Yang bisa berubah hanya uang, bukan kegiatan. Semisal menambah kegiatan yang tidak ada dalam RKA, mengacu Permendagri Nomor 64 harus dibikinkan berita acara kesepakatan bersama antara Pemda dan DPRD. Ditandatangan Ketua DPRD dan Bupati. Seperti itu sekarang,” tandasnya. (ris)