SELAMA menjabat sebagai kepala daerah, Wenny Bukamo tercatat hanya memiliki satu mobil dinas. Berharga miring dibanding kendaraan dinas untuk kapasitas bupati.
Alisan, Harian Luwuk Post
“SAYA ke mana-mana pakai Avanza. Sama dengan kadis-kadis. Hanya beda sedikit, kalau saya punya Avanza Veloz,” katanya, akhir pekan lalu.
Harga Avanza Velos hanya sekitar Rp224 juta. Beberapa mobil kepala daerah yang biasa digunakan di atas 2.500 CC dibanderol mulai Rp326 juta hingga Rp 450 juta seperti Toyota Fortuner.
Ia mengklarifikasi, mobil Pajero Sport yang berada di Luwuk, Kabupaten Banggai, bukan dibeli di zaman pemerintahannya. “Mobil itu dipakai mendarat kalau misalnya perjalanan ke Palu. Tidak mungkin pakai Avanza,” katanya.
Purnawirawan TNI-AU itu berkelakar, meski naik bentor seorang bupati tetap berada di depan, bukan di belakang. “Orang-orang kaya biar pakai mobil bagus tetap di belakang. Bupati tetap di depan,” tuturnya.
Kepada Harian Luwuk Post, seorang birokrat mengakui, Wenny memang tercatat hanya membeli mobil jenis Avanza selama hampir setengah dekade berkuasa. Mobil Terrano berwarna hitam juga bukan di belanja di zaman Wenny Bukamo.
Mobil dinasnya tidak digunakan apabila ia ke Sekretariat PDI Perjuangan Banggai Laut, tetapi menggunakan kendaraan pribadi jenis dobel kabin. Pantauan koran ini, mobil itu biasanya terparkir menjelang petani di sekretariat yang baru diresmikan itu.
Jangankan mobil, pin emasnya sebagai bupati dicopot, lalu turun dari podium di Musda Partai Golkar ketika ia berbicara panjang lebar tentang pilkada 2020. “Izin saya buka pin ini,” katanya lalu mengisinya di kantong kemeja bercorak kuning yang dikenakan.
Selain soal mobnas, ketika ke luar daerah, mantan Anggota DPRD Surabaya itu, masih menenteng koper. Padahal, lazimnya, kepala daerah berlenggang ke bandara karena urusan koper dibawa ajudan.
Sepertnya, ia ingin menunjukkan sebagai dirigen yang menjalankan orkestra birokrasi, paket hemat mesti diterapkan di daerah yang hanya memiliki APBD kurang dari Rp1 triliun.
Wenny juga memperhitungkan membawa ajudan ke ibukota negara. Sebab, akomodasinya harus ditanggulangi anggaran daerah. Yang jelas ini jauh dari upaya penghematan.“Di mana nurani saya sebagai bupati di daerah masih sementara berkembang, lantas bergaya mewah di luar sana,” katanya. (*)