PALU, LUWUK POST–Provinsi Sulawesi Tengah sebenarnya belum benar-benar pulih. Setelah gempa bumi dan tsunami menghantam 2018, tahun 2020 giliran pandemi Covid-19 yang melanda.
Gubernur Sulteng, Longki Djanggola, mengatakan, ada 1.521 UMKM di Provinsi Sulawesi Tengah yang terdampak ekonomi selama pandemi.
“Tanda-tandanya, terjadinya penurunan produksi dan omzet penjualan, berkurangnya penyaluran hasil produksi, berkurangnya pembeli, karyawan yang harus diliburkan untuk menghindari penularan virus,” kata Longki saat menyampaikan paparannya pada seminar pemulihan ekonomi Sulawesi Tengah pada masa pandemi Covid-19, Kamis (22/10).
Bahkan, kelangkaan bahan baku juga terjadi karena tersendatnya distribusi. “Ini akibat kebijakan pembatasan mobilitas orang maupun barang antarwilayah,” ujar mantan Bupati Parigi Moutong itu.
Omzet yang menurun dan distribusi bahan baku yang terhambat itu, dampaknya memanjang hingga kepada para pekerja. Longki memaparkan, ada 10.370 tenaga kerja yang terpaksa dirumahkan oleh pihak perusahaan dan UMKM. “Bahkan yang lebih miris, sampai harus mengalami pemutusan hubungan kerja sebanyak 413 orang,” kata Longki.
Dari sektor pariwisata, data tingkat hunian di sejumlah hotel berbintang sempat mengalami penurunan hingga 9,49 persen dan hotel nonbintang menyentuh 5,98 persen pada Mei 2020.
“Namun angka tersebut perlahan-lahan naik kembali di beberapa bulan selanjutnya, seiring pemberlakuan new normal, beroperasinya kembali beberapa maskapai penerbangan mengangkut penumpang dengan tujuan Sulawesi Tengah dan kebijakan persyaratan masuk wilayah Sulawesi Tengah dari swab PCR menjadi rapid test,” kata Longki.
Lebih jauh Gubernur juga menyampaikan, terdapat beberapa kebijakan atau langkah pemerintah Provinsi Sulteng demi menanggulangi dampak Covid-19. Di antaranya melalui realokasi anggaran di seluruh organisasi perangkat daerah yang berhasil menghimpun dana sekira Rp 112,81 miliar dan penggunaan dana tanggung jawab sosial PT Bank Sulteng sebesar Rp12,5 miliar. (bas)