Headlines

440 Hektare untuk Perusahaan Nikel

 PENJELASAN: Kepala KPH Balantak Herry Apryanto, memberikan keterangan kepada warga di area blokade jalan di PT Prima Dharma Karsa, Sabtu (3/10). [Foto: Asnawi Zikri/Luwuk Post]
PENJELASAN: Kepala KPH Balantak Herry Apryanto, memberikan keterangan kepada warga di area blokade jalan di PT Prima Dharma Karsa, Sabtu (3/10). [Foto: Asnawi Zikri/Luwuk Post]
LUWUK, LUWUK POST— Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia mengeluarkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) kepada perusahaan nikel di Desa Siuna, Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai seluas 440 hektare lebih. Izin tersebut dikeluarkan sejak November 2019 lalu.

Menurut keterangan Kepala KPH Balantak, Herry Apryanto, IPPKH oleh Kementerian Kehutanan tersebut diberikan kepada PT Penta Dharma Karsa, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan nikel. “IPPKH itu seluas 440 hektare lebih,” tuturnya saat memediasi masalah lahan antara petani Siuna dengan PT Prima Dharma Karsa, Sabtu (3/10).

Dia tidak tahu menahu dengan PT Prima Dharma Karsa soal IPPKH tersebut. Karena izinnya hanya untuk PT Penta Dharma Karsa. “Kalau ada pembagian wilayah ke Prima, itu urusan internal perusahaan,” kata dia.

 

SKPT Bisa Dipidana 

Di sisi lain, Herry Apryanto menegaskan, lahan yang masuk dalam kawasan hutan tidak dibenarkan atau dilarang diperjual-belikan dan kepemilikan.

Itu diatur dalam UU 41/1999 tentang Kehutanan, pasal 50 ayat (3) huruf a. Dalam pasal itu menyebutkan, setiap orang dilarang menduduki kawasan tanpa izin yang sah. Lalu ditegaskan dalam Pasal 78 tentang sanksi. Ancaman hukumannya mencapai 10 tahun atau denda Rp 5 miliar.

“Mau SKPT atau dokuman lain, itu tidak dibolehkan atau dilarang di atas kawasan hutan Negara atau HPT (Hutan Produksi Terbatas). Saya sudah cek titik koordinatnya, di sini masuk kawasan hutan Negara,” kata Herry saat menjelaskan persoalan lahan antara petani Desa Siuna, Kecamatan Pagimana dan PT Prima Dharma Karsa, Sabtu (3/10).

Bila ada pejabat yang berani mengeluarkan SKPT, maka bisa diproses hukum sesuai ketentuan yang berlaku. “Tinggal ditelusuri siapa yang tanda tangani SPKT itu,” tandasnya.

Herry menegaskan, tidak ada yang bisa mengklaim kepemilikan lahan di area kawasan hutan. Meskipun SKPT itu dikeluarkan untuk lahan garapan petani. Kata dia, Kementerian Kehutanan punya program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Dalam program ini, Kabupaten Banggai mendapat 3.600 hektare yang sudah diberikan pemerintah dari kawasan hutan menjadi  Area Penggunaan Lain (APL).

Lalu program lainnya adalah perhutanan sosial. “Jadi masyarakat yang sudah ada kebun atau ternak sapi, bukan diusir, tetapi dibuat program perhutanan sosial. Pemerintah fasilitasi, boleh olah lahan itu, tapi tidak boleh ada kepemilikan,” terang Herry. (awi)