DaerahHeadlines

Ada Pos Pemeriksaan, Tapi Tidak Ketat

LUWUK, LUWUK POST—Masih saja seperti sebelum-sebelumnya. Protokol kesehatan di pelabuhan Luwuk, Kabupaten Banggai belum sebaik pelabuhan Salakan Kabupaten Banggai Kepulauan maupun Banggai di Kabupaten Banggai Laut.

Amatan Luwuk Post, pemeriksaan penumpang feri yang berlabuh pada sabtu (10/10) dini hari masih sangat longgar. Hanya empat hingga lima petugas yang terlihat. Dua orang petugas duduk di belakang meja di dekat pintu keluar pelabuhan feri yang terbuka separuh itu.

Satu menerima surat keterangan rapid test, satunya mencatat identitas penumpang. Satu petugas lainnya memegang thermogun untuk memeriksa suhu tubuh. Pos pemeriksaan tanpa tim Satgas yang lengkap tentu saja tidak efektif. Sebagian besar penumpang kapal feri lolos begitu saja.

Sebab, di saat pemeriksaan kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat seperti truk dibiarkan keluar kapal bersamaan dengan penumpang. Tak ada satu pun sopir truk yang diperiksa suhu tubuh. Tidak dicatat identitasnya. Begitu pun dengan penumpang kapal. Saat penumpang yang antre di meja pemeriksaan mencapai belasan orang, penumpang lainnya dengan bebas berlalu begitu saja.

Di banding pemeriksaan di pos pelabuhan Salakan, pemeriksaan di pintu keluar pelabuhan Feri Luwuk masih sangat longgar. Di Salakan tim gugus tugas turun dengan formasi lengkap, ada BPBD, TNI-Polri, Satpol PP dan petugas kesehatan. Penumpang yang keluar dari kapal langsung diperiksa suhu tubuh.

Lalu barang–barang bawaan penumpang berupa kopor maupun ransel disemprot dengan cairan disinfektan. Setelah itu, penumpang diarahkan ke tempat cuci tangan yang dilengkapi enam hingga tujuh kran air. Selain air yang mengalir disediakan sabun pencuci tangan. Selepas cuci tangan, penumpang diarahkan ke tenda BNPB.

Di dalam tenda dengan penerangan lampu listrik itu, tersedia lima sampai enam meja bagi petugas mencatat identitas penumpang. Nama, nomor telepon dan alamat yang dituju dicatat dengan cermat. Setelah itu penumpang diizinkan keluar dari pelabuhan. Meski begitu pemeriksaan di pos pelabuhan Salakan tidak berlangsung lama.

Pasalnya, Satgas Covid-19 turun lengkap sehingga penumpang turun dapat diperiksa dengan tertib, dan tidak menyebabkan antrean mengular. Kondisi yang terlihat sejak bulan Juli itu sampai kini masih seperti itu.

Pemeriksaan ketat juga terlihat di Pelabuhan Rakyat Kota Banggai, Kabupaten Banggai Laut. Barang–barang penumpang yang turun dari kapal disemprot disinfektan. Lalu penumpang diarahkan untuk mencuci tangan. Diukur suhu tubuhnya, lalu diarahkan masuk dalam terminal penumpang di area pelabuhan.

“Di situ kami diperiksa dokumen, diminta dan dicatat nomor handphone, ditanya tujuan mau kemana, ditanya menginap dimana, atau tinggal dimana, akan kemana saja selama di Balut dan kapan meninggalkan Balut,” tutur seorang penumpang Kapal Rejeki Baru yang turun di Pelabuhan Banggai, Minggu malam (11/10).

Setelah melewati pos pemeriksaan itu, penumpang kapal bisa keluar dari area pelabuhan. “Di sini tidak pakai tenda (seperti di Salakan) karena fasilitasnya lebih bagus. Lokasi pelabuhan juga dipagari, jadi tidak bisa lolos,” katanya.

Ia melihat tim gabungan yang disiagakan di pelabuhan Banggai cekatan sehingga proses pemeriksaan tidak membutuhkan waktu lama. “Cukup tertib, biar kerja malam petugasnya tetap cekatan. Prosesnya tidak sampai lima menit. Petugas turun lengkap, sepertinya dari Satgas,” ungkapnya.

Berharap Rapid Test Digratiskan, Malah Bayar Rp 250 Ribu

Upaya pemerintah mensyaratkan surat keterangan rapid test bagi pelaku perjalanan yang masuk Luwuk mulai menuai sorotan. Pasalnya, ditengah himpitan ekonomi, pelaku perjalanan masih diwajibkan membawa surat keterangan rapid test. Sorotan bukan pada surat keterangannya.

Atau pada rapid test yang gunanya untuk menapis adanya infeksi Covid-19 pada Orang Tanpa Gejala. Tetapi, pada biaya rapid test yang mencapai Rp 150 ribu itu.

Meskipun biaya sebesar itu merupakan standar nasional karena didasarkan pada Surat Edaran Kementerian Kesehatan. Namun, tetap dianggap membebani pelaku perjalanan. “Tiket kapal feri kelas ekonomi hanya Rp 42.000 tambah retribusi jasa usaha di pelabuhan pemberangkatan Rp 2000, tidak lebih dari Rp 50 ribu.

Biaya mengurus rapid test Rp 150 ribu. Siapa yang mau keluar uang sebanyak itu saat ekonomi lagi sulit seperti ini,” kata salah seorang penumpang kapal saat turun dari kapal feri pada Sabtu dini hari (10/10).

Menurut warga, biaya rapid test sangat membebani karena protokol kesehatan juga tidak dilaksanakan secara ketat. Penegakan hukum terhadap protokol kesehatan masih sebatas sosialisasi, baik terhadap perseorangan maupun tempat usaha.

Belum terdengar sanksi kerja sosial apalagi denda untuk memberi efek jera. Begitu pun kepada pelaku usaha, belum ada sanksi berupa denda administratif, penghentian sementara operasional usaha maupun pencabutan izin usaha.

POS PEMERIKSAAN BALUT: Petugas kesehatan Kabupaten Banggai Laut memeriksa kelengkapan dokumen perjalanan sebagai bukti telah menjalani rapid test di daerah asal, serta memeriksa identitas serta riwayat dan tujuan perjalanan bagi penumpang yang masuk ke Pelabuhan Laut Banggai. Tahap ini adalah bagian terakhir setelah barang-barang penumpang disemprot desinfektan, diminta mencuci tangan, dan dicek suhu tubuhnya. Bagi yang tidak memiliki dokumen bukti rapid test negatif akan dipisahkan terlebih dulu. [Foto Rahmat Azis untuk Luwuk Post]
POS PEMERIKSAAN BALUT: Petugas kesehatan Kabupaten Banggai Laut memeriksa kelengkapan dokumen perjalanan sebagai bukti telah menjalani rapid test di daerah asal, serta memeriksa identitas serta riwayat dan tujuan perjalanan bagi penumpang yang masuk ke Pelabuhan Laut Banggai. Tahap ini adalah bagian terakhir setelah barang-barang penumpang disemprot desinfektan, diminta mencuci tangan, dan dicek suhu tubuhnya. Bagi yang tidak memiliki dokumen bukti rapid test negatif akan dipisahkan terlebih dulu. [Foto Rahmat Azis untuk Luwuk Post]

Padahal, Peraturan Bupati Banggai Nomor 33 Tahun 2020 tentang penerapan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian coronavirus disease 2019 sudah diterbitkan sejak 24 Agustus 2020 lalu.

Belakangan meskipun Dinas Kesehatan sudah menegaskan bahwa biaya Rapid Test mengikuti surat edaran dari Kementerian Kesehatan, namun klinik–klinik kesehatan di Luwuk memberlakukan tarif yang lebih besar dari surat edaran Menteri Kesehatan itu.

“Rata–rata biaya rapid test di Luwuk Rp 250 ribu,” kata warga, yang mengaku tahu tarif tersebut karena membantu mengurus rapid test untuk temannya yang hendak ke Makassar.

Hal senada disampaikan salah seorang warga saat hendak mengurus rapid test di Klinik Amira Medica. “Saya bayar Rp 250 ribu. Sebenarnya di resepsionis diminta Rp 300 ribu beserta surat keterangan sehat, tapi saat membayar di dalam, hanya Rp 250 ribu,” katanya.

Luwuk Post, memastikan biaya rapid test di klinik Amira Medica itu. Menurut petugas resepsionis, tarif rapid test di klinik itu memang Rp 250 ribu. “Rp 250 ribu, kalau dengan surat keterangan tambah Rp 50 ribu,” kata petugasnya.

Salah satu modalitas dalam penanganan Covid-19 di Indonesia adalah menggunakan rapid test antigen dan atau rapid test antibodi pada kasus kontak dari pasien terkonfrimasi Covid-19.

Rapid test antigen dan rapid test antibodi dapat juga digunakan untuk menapis adanya infeksi Covid-19 diantara kelompok OTG, ODP dan PDP (suspek) pada wilayah yang tidak mempunyai fasilitas untuk pemeriksaan RT-PCR atau tidak mempunyai media pengambilan spesimen Swab dan atau VTM.

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI tertanggal 6 Juli 2020 itu batasan tarif tertinggi untuk pemeriksaan rapid test antibodi adalah Rp 150.000.

Surat itu, antaranya ditujukan kepada kepala-kepala dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota, Kepala/Direktur Rumah Sakit, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) maupun Ketua Asosiasi Klinik Indonesia (ASKLIN) di seluruh Indonesia.

Sebelumnya, Juru Bicara Penanganan Covid-19, Nurmasita Datu Adam, menerangkan, biaya rapid test mandiri yang direkomendasikan Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai sebesar Rp 150 ribu. “Itu sudah sesuai dengan edaran Kemenkes RI,” katanya, Rabu (7/10).

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai, Dr. Anang Otoluwa, juga memastikan bahwa biaya rapid test hanya Rp 150 ribu.(ris)