![TAMBANG NIKEL SIUNA: Aktifitas tambang nikel di Desa Siuna, Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai. [Foto: Istimewa]](https://i0.wp.com/luwukpost.id/wp-content/uploads/2020/10/BLOKADE-JALAN-2.jpeg?fit=868%2C497&ssl=1)
TAMBANG NIKEL SIUNA: Aktifitas tambang nikel di Desa Siuna, Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai. [Foto: Istimewa]
Lahan warga di Desa Siuna, Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai itu diduga diserobot perusahaan tambang nikel tersebut.
Koordinator Pelaksana JATAM Sulteng Moh. Taufik, menjelaskan, pada penerbitan izin operasi produksi PT Prima Dharma Karsa pada tahun 2016 lalu masing menggunakan UU 4/2009 Pasal 136 ayat (1).
“Dalam aturan itu disebutkan, pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” paparnya dalam siaran pers tertulis yang diterima redaksi Harian Luwuk Post, Kamis (1/10).
Aturan ini lebih jelas disebutkan dalam peraturan pemerintah nomor 23 tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan.
Dalam BAB X mengenai penggunaan tanah untuk kegiatan operasi produksi, yang dijelaskan dalam Pasal 100 ayat (1), bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang akan melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan sebagian atau seluruh hak atas tanah dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) atau Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dengan pemegang hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Dan kemudian lebih lanjut dijelaskan dalam ayat (2), pemegang IUP atau IUPK operasi produksi wajib memberikan kompensasi berdasarkan kesepakatan bersama dengan pemegang hak atas tanah,” jelas Taufik.
JATAM Sulteng menduga, pembuatan jalan hoaling tambang oleh PT. Prima Dharma Karsa di atas lahan milik warga merupakan satu kesatuan dari aktivitas operasi produksi tambang.
Lahan yang sebelumnya digunakan warga untuk mencari damar, rotan dan sebagian sudah ditanami, itu, diduga melanggar Pasal 110 ayat (1) Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan.
“Maka dari itu, sesuai dengan penjelasan ayat (2) Pasal 110 Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2020, kami mendesak Gubernur Sulawesi Tengah untuk menghentikan aktivitas pertambangan PT. Prima Darma Karsa di Desa Siuna,” tegasnya.
JATAM juga mendesak aparat penegak hukum untuk menghentikan mengunakan cara-cara intimidasi dengan cara memanggil warga yang memblokade jalan hoaling perusahaan tersebut.
Perusahaan Minta Surat-surat
Sementara itu, manajemen PT Prima Dharma Karsa tengah berupaya menyelesaikan masalah ini dengan warga. Perusahaan meminta surat-surat tanah kepemilikan lahan tersebut.
“Itu yang kita minta. Warga belum berikan, tetapi jalan sudah diblokade. Padahal bisa dimediasi ke perusahaan,” kata Humas Eksternal PT Prima Dharma Karsa via telpon.
Dia menyatakan, aksi blokade jalan itu tentu akan berurusan dengan hukum. Sebab, ada upaya lain untuk bisa menyelesaikan masalah.
Pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan KPH Balantak untuk menjelaskan ke warga tentang status lahan itu. “Ini masih diupayakan,” kata dia.
Kata dia, warga yang mengklaim lahan itu awalnya membentuk kelompok untuk pembuatan SKPT dari kepala desa Siuna. Di dalam kelompok itu ada 10 orang. SKPT itu dikeluarkan, dan lahan itu bisa digarap.
Tetapi setelah dicek, ternyata lahan itu masuk dalam kawasan HPT (Hutan Produksi Terbatas) atau hutan Negara. Perusahaan pun memohon izin dari pemerintah pusat untuk Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Dan sekarang izin lahan sekitar 200 hektare itu sudah dikeluarkan pemerintah. Perusahaan pun sudah membayar pajak. “Kalau kawasan HPT, berarti hanya (pembayaran) tanda terima kasih sesuai SKPT,” pungkasnya. (awi)