
Angga Nasar

LUWUK, LUWUK POST-Syariat Kebangkitan Pemuda Islam (SKPI) Kabupaten Banggai, dengan tegas menolak omnibus law atau Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja yang baru saja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia.
Ketua SKPI Banggai, Angga Nasar menilai, pemerintah dan DPR tidak punya hati, kepedulian, dan kemanusiaan kepada rakyat yang tetap mengesahkan RUU Cipta Kerja di masa pandemi Covid-19. Karena yang dirugikan dalam undang-undang itu tidak hanya kaum buruh, tapi mayoritas rakyat Indonesia.
“Saya pikir sama dengan apa yang menjadi tuntutan para buruh saat ini. Kami menilai bahwa undang undang itu sangat merugikan para buruh,” tuturnya, Rabu (7/10).
Menurutnya, pembahasan omnibus law sejak awal tak demokratis, dan terlihat mendahulukan kepentingan pengusaha ketimbang rakyat dan bangsa. Substansi RUU Cipta Kerja sejatinya eksploitasi sumber daya alam dan sumber daya manusia.
Sehingganya dampak negatifnya, uang pesangon dihilangkan, UMP, UMK dan UMSP dihapus, upah buruh dihitung perjam, semua hak cuti mulai dari sakit, kawinan, khitanan atau baptis, kematian, melahirkan juga hilang dan tidak ada kompensasi.
Outsourcing diganti dengan kontrak seumur hidup, tidak akan ada status karyawan tetap, perusahaan bisa mem-PHK kapanpun secara sepihak, jaminan sosial, dan kesejahteraan lainnya hilang.
Semua karyawan berstatus tenaga kerja harian, tenaga kasar asing bebas masuk, buruh dilarang protes, karena ancamannya PHK. Selain itu, libur hari raya hanya pada tanggal merah, tidak ada penambahan cuti dan istirahat di hari Jumat, cukup satu jam termasuk salat Jumat.
“Point-poin di atas yang menjadi fokus kami saat ini, dan karena kami ada di ormas Islam, maka kami ingin juga agar pekerja yang beragama Islam khususnya diberikan hak dan kebebasan yang layak untuk menjalankan ibadah mereka,” pintanya.
Angga juga mengaku prihatin terkait libur hari raya dan istrahat hari jumat yang tidak berpihak kepada kaum muslim. “Kami merasa bahwa seakan-akan hak untuk menjalankan ibadah kita bagi soerang muslim yang dibatasi, padahal tidak berpengaruh pada performa kerja,” ungkapnya.
Olehnya ia menerangkan bahwa UU Cipta Kerja tak hanya menjadi masalah bagi para buruh, tetapi angkatan kerja yang akan datang. Karena pasal-pasal ketenagakerjaan yang dinilai tetap merugikan buruh, kendati buruh sudah menyampaikan berbagai tuntutan dalam proses pembahasan sebelumnya, khususnya aturan yang terkait dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau kontrak. (gom)