LUWUK, LUWUK POST— Hampir dua pekan lalu, seorang reporter di Metro TV menelepon Ketua Yayasan Babasal Mombasa, mengabarkan bahwa tim Bakti Untuk Negeri Ekspedisi Sulawesi akan menyusuri Sulawesi Tengah, menyinggahi Luwuk dan selanjutnya memasukkan Babasal Mombasa dalam rencana liputan mereka.
“Bakti Untuk Negeri adalah kerja sama Kemenkominfo dengan Metro TV. Kami melakukan perjalanan untuk melihat perkembangan internet di beberapa titik di Sulawesi Tengah, salah satunya di Luwuk,” jelas Zefanya Sulistio via sambungan telepon kepada Ama Achmad.
Akhirnya, pada Rabu (28/10), tim Bakti Untuk Negeri Ekspedisi Sulawesi Tengah tiba di Luwuk. Pagi hari sebelum mulai meliput beberapa titik dan mengambil stok gambar, tim melakukan koordinasi dengan dinas terkait di Luwuk. Diskusi konten dilanjutkan di Kedai Dg. Mangge Premium sekaligus makan siang bersama Babasal Mombasa.
Disepakati, kunjungan ke Sekretariat Babasal Mombasa yang juga merupakan lokasi taman bacaan masyarakat akan dilaksanakan pada Sabtu (31/10) pagi hari. Dilanjutkan dengan kunjungan ke Kilometer 8, lokasi program Sekolah Pelosok yang dikerjakan Babasal Mombasa.
“Kami memang memaksimalkan internet selama pandemi ini. Jika sebelumnya, kami melaksanakan program secara aktual atau offline, hampir setahun ini semua dilaksanakan daring. Salah satunya program tahunan kami, Festival Sastra Banggai” kata Ama Achmad, menjawab pertanyaan tim Metro TV.
Setelah sedikit bercerita, akhirnya proses syuting dilaksanakan. Saat itu memang sedang berlangsung kegiatan belajar daring via zoom dengan anak-anak di Kilometer 8. Anak-anak mendengarkan dongeng yang dibawakan Dave Kristiadi. Sebisa mungkin dalam setiap cerita disisipkan pesan-pesan moral yang membangun karakter anak.
“Materi apa saja yang diajarkan di Sekolah Pelosok?” tanya Yeremia Leo, produser pada liputan ekspedisi edisi Sulawesi Tengah.
Babasal Mombasa pun menjelaskan, bahwa materi ajar yang dibawakan pada program Sekolah Pelosok adalah materi yang tidak didapatkan penuh di sekolah. Materi-materi itu berupa pengayaan pengetahuan dan pengembangan diri. Salah satunya materi mitigasi bencana yang dikemas dengan metode pembelajaran yang tidak membosankan. Anak-anak diajak belajar dari materi presentasi ringkas, lalu mendengarkan cerita tentang bencana, dan dilanjutkan dengan menyanyi.
Selepas mengunjungi taman bacaan masyarakat Babasal Mombasa, kunjungan dilanjutkan ke Kilometer 8. Di depan rumah Hidayat Monoarfa, anak-anak sudah menunggu kedatangan tim. Sehari-hari ketika sedang off duty atau libur, Kak Ayat—panggilan akrab Hidayat Monoarfa–akan mengajar anak-anak di sekitarnya. Cuaca terik tidak menyurutkan semangat anak-anak. Mereka malah ikut menyanyi lagu Ambon yang diputar Yeremia Leo dari ponselnya.
Kurang lebih 3 jam, kunjungan di Kilometer 8 akhirnya selesai. Setelah foto bersama, tim ekspedisi melanjutkan liputan ke titik lain di Luwuk. Kepergian mereka disambut lambaian tangan dan ucapan terima kasih dari sekira 25-an anak yang hadir hari itu.
Sekilas terdengar celotehan anak-anak itu sebelum kami meninggalkan tempat. “Torang mo masuk tivi e.”
Kerja-kerja kemanusiaan untuk literasi, pendidikan, dan kebudayaan, memang mengandalkan internet untuk berjejaring dan menginformasikan kabar baik.
Kedatangan tim Bakti Untuk Negeri Ekspedisi Sulawesi Tengah semakin meneguhkan Babasal Mombasa, bahwa sukarelawan di akar rumput yang terampil menggunakan teknologi internet adalah salah satu modal negeri untuk mentransfer pengetahuan sampai ke sudut-sudut terjauh. (*/ali)