Sumbangan Transisi
Oleh: Dahlan Iskan
BELUM dilantik ia sudah mulai dimaki-maki netizen. Itu gegara Joe Biden mengunggah satu tweet. Isinya: minta sumbangan.
Biden minta agar pendukungnya menyumbang lagi. Kali ini untuk biaya peralihan pemerintahan. Agar presiden terpilih Amerika itu bisa segera melakukan proses transisi dari pemerintahan lama, Donald Trump.
Permintaan sumbangan itu langsung bikin ribut. “Lho, kok minta sumbangan. Kami ini memilih Anda karena kamilah yang seharusnya dibantu,” tulis salah satu tweet.
“Saya pikir Anda itu beda. Ternyata sama saja. Di negeri ini begitu banyak yang antre untuk dapat makanan. Kok malah dimintai sumbangan,” tulis yang lain.
“Wow, ada pemerintah minta sumbangan pada rakyat yang ditindasnya.”
“Selamat, Bos, begitukah cara hidup orang kaya?“
“Kita ini sudah hancur berbulan-bulan. Tanpa pekerjaan. Tanpa sumbangan, ” kata pengunggah berikutnya. Dan banyak lagi yang sejenis.
Yang paling menohok adalah yang berikut ini. Tentu tidak sepenuhnya betul. Tapi memang sangat mengena.
Tulisnya:
Di Australia rakyat dapat bantuan 1.993 dolar/bulan.
Di Canada rakyat dapat bantuan 1.433 dolar/bulan.
Di Jerman rakyat dapat bantuan 7.326 dolar/bulan.
Di USA rakyat dapat surat permintaan sumbangan!
Memang tidak seharusnya Biden melakukan itu. Namanya pun jadi bulan-bulanan. Tidak ada yang menghujat Trump sebagai pihak yang menjadi penyebab lahirnya permintaan sumbangan itu.
Sebagai presiden terpilih Biden memang harus melakukan banyak persiapan. Tapi Trump menghambatnya. Termasuk tidak memberikan dana negara untuk proses transisi itu.
Baru kemarin ada perubahan sikap di pihak Trump. Emily Murphy, pejabat di bagian pelayanan umum di pemerintahan Trump tiba-tiba mencairkan dana transisi untuk Biden. Nilainya 6,3 juta dolar. Sekitar Rp 80 miliar. Entah sepengetahuan Trump atau tidak.
Berarti sumbangan yang diributkan itu tidak diperlukan lagi. Kecuali sudah telanjur.
Dengan dana transisi dari pemerintah itu, Biden bisa fokus ke penyusunan kabinet baru.
Maka masa-masa dekat ini sorotan akan pindah ke Biden. Terutama mengenai siapa menjadi menteri apa. Kemungkinan besar akan ada wanita pertama menjadi menteri pertahanan. Atau penduduk asli Indian pertama yang akan jadi menteri dalam negeri.
Dan itu berarti ujian bagi Biden. Seberapa mampu Biden menjalin hubungan baik dengan Kongres. Para calon pejabat tinggi itu harus mendapat persetujuan parlemen. Belum tentu Kongres meloloskannya.
Yang juga menarik adalah hubungan Biden dengan Gereja Katolik. Aneh. Gereja Katolik tidak segera memberi ucapan selamat padanya. Padahal Biden itu langka. Dalam sejarah Amerika, Biden adalah orang Katolik kedua yang terpilih sebagai presiden. Yang pertama adalah John F Kennedy –yang tewas ditembak di Dallas, Texas itu.
Padahal empat tahun lalu Gereja Katolik langsung mengucapkan selamat pada Donald Trump –biarpun keterpilihannya baru dinyatakan oleh media.
Katolik memang mempunyai catatan khusus pada Biden: bagaimana bisa Biden yang Katolik menyetujui aborsi. Itu bertentangan dengan prinsip yang dipegang Katolik.
Tentu Biden harus setuju itu. Platform Partai Demokrat memang adalah ideologi liberal. Termasuk orang boleh memutuskan sendiri apakah mau melakukan aborsi atau tidak.
Biden di usianya yang 78 tahun kini justru harus mulai menerima tekanan luar biasa dari mana-mana. Itulah mungkin yang membuat hidup Biden lebih hidup. (*)