Merawat Tradisi, Menjaga Jarak
RATUSAN masyarakat Kabupaten Banggai Laut menyemut di Pelabuhan Banggai hingga Keraton Kerajaan Banggai. Ruas jalan lengang. Pemuka adat dan tetamu menanti di Keraton Kerajaan Banggai. Bersiap menyambut telur burung Maleo dari Batui, Kabupaten Banggai.
—
ADA pula masyarakat yang berdiri sepanjang mulut pelabuhan hingga pintu keraton. Rabu, 4 Desember 2019, yang terik itu, tetap membetot perhatian, meski tradisi ini diperkirakan telah hadir sekitar tahun 1.600.
Namun, perkumpulan-perkumpulan itu, segera berjarak tahun 2020 ini. Juga bukan lagi 4 Desember, tetapi bergeser pada 17 Desember. Pandemi dan Pilkada mengubah sebuah kebiasaan.
Protokol bukan hanya berlaku bagi pemuka adat dan pejabat pemerintahan, tetapi sektor kesehatan pun menerapakan sistem protokol; jaga jarak, mencuci tangan, dan memakai masker. “Dilaksanakan secara sederhana,” kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banggai Laut, Ruslan Tolani, beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, persiapan menjemput telur Maleo telah dilaksanakan, salah satunya dengan membersihkan keraton pada 15 Desember 2020 dan melaksanakan pertemuan di internal pemerintah daerah. “Undangan sekitar 50 orang serta pelaksanaan sesuai komunikasi kami dengan lembaga adat Batui yang sebelumnya tanggal 17 Desember berubah jadi Jumat 18 Desember,” paparnya.
Sebelum tiba di Keraton Kerajaan Banggai, rangkaian upacara pengantaran telur Maleo dimulai dari Batui, Kabupaten Banggai. Sebelum diantarkan ke Keraton Banggai, telur Maleo yang dikumpulkan dari masyarakat dan kelompok adat Dakanyo Ende, Binsilok Balantang, Tolando, Binsilok Katudunan, dan Topundat sebanyak 85 butir lebih dahulu dibungkus daun pohon palem. Kemudian diantar ke rumah adat secara estafet dan diinapkan semalam.
Setelah itu, upacara dilanjutkan dengan mintauakon, ritual menurunkan telur dari rumah sebelum diantar ke dermaga oleh para pembawa telur didampingi para tetua adat setempat.
Sebagaimana prosesi penjemputan, pengantaran di Batui jalanan harus sepi dari aktivitas. Para pengantar telur juga tak diperkenankan berhenti di tengah jalan saat prosesi berlangsung hingga tiba kapal laut yang telah disiapkan di dermaga di bantaran Sungai Batui.
Di dermaga, telur Maleo dijemput oleh perangkat adat, yang kemudian meletakkannya di tempat khusus di dalam kapal laut yang akan membawanya ke Keraton Kerajaan Banggai.
Dalam perjalanan menuju Keraton Banggai, harus singgah terlebih dahulu di wilayah Desa Pinalong, Kabupaten Banggai Kepulauan, lalu di rumah adat Kusali Tolo di Desa Mansalean, Kecamatan Labobo, Kabupaten Banggai Laut.
Di Kusali Tolo, pembungkus telur dari daun pohon palem itu diganti dengan yang baru, lalu pembungkus telur sebelumnya dihanyutkan hingga Banggai Lalongo, sebagai sinyal bahwa pengantar sudah dekat dengan tujuan.
Keesokan harinya, para pembawa telur tiba di Desa Tinakin, Kecamatan Banggai, Kabupaten Banggai Laut dan bermalam di sana. Keesokan harinya, perangkat adat Banggai memulai prosesi penjemputan telur atau Malabot Tumbe.
Di Dermaga Banggai, tetua adat dari Batui menuju Keraton Banggai untuk melapor lalu menyerahkan telur Maleo ke perangkat adat Banggai. Siklus itu berulang saban tahun, tetapi 2020 benar-benar mengalami perubahan karena pembatasan sosial. (ali)