BANGGAI, LUWUK POST—Rentang lima tahun terakhir, ekonomi Kabupaten Banggai Laut cenderung tumbuh lambat. Di lain sisi menyimpan beban sosial yang cukup berat.
BPS Banggai Kepulauan menunjukkan, perekonomian Kabupaten Banggai Laut dari tahun ke tahun justru perlahan melambat, meski masih di atas rata-rata nasional sebesar 5 persen. Tahun 2016 pertumbuhan ekonomi daerah maritim ini menyentuh 7,30 persen, kemudian melambat menjadi 6,26 persen pada 2017. Sementara tahun 2019 naik tipis menjadi 6,67 persen; dan tahun 2018 hanya 6,22 persen.
Dari sisi permintaan akhir, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banggai Laut didominasi pertumbuhan komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT), yang menyumbang lebih dari separuh total PDRB. Konsumsi per rumah tangga dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, baik menurut atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan 2010.
Pada tahun 2015, setiap rumah tangga di Kabupaten Banggai Laut menghabiskan dana sekitar Rp 70,30 juta setahun untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya.
Pengeluaran tersebut meningkat menjadi Rp 76,43 juta (2016); Rp 83,59 juta (2017); Rp 92,30 juta (2018); dan Rp 100,19 juta (2019).
Sementara itu, atas dasar harga konstan (2010) rata-rata konsumsi per rumah tangga tumbuh pada kisaran 3,14 – 4,38 persen, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2015 sebesar 4,38 persen.
Selama periode 2015-2019, PDRB Kabupaten Banggai Laut sebagian besar digunakan untuk memenuhi PK-RT. Pengeluaran untuk akitvitas pembentukan modal (PMTB) juga mempunyai kontribusi yang relatif besar, yakni sekitar 25,67 hingga 27,07 persen.
Di sisi lain, aktivitas impor Kabupaten Banggai Laut selalu lebih besar daripada aktivitas ekspor, di mana besaran konstribusi net ekspor barang dan jasa selalu bernilai negatif. Pada tahun 2015 – 2019 komponen ini berkontribusi sekitar 15,49 hingga18,11 persen.
Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian kebutuhan domestik masih harus dipenuhi oleh produk yang berasal dari luar wilayah atau bahkan luar negeri atau impor. Termasuk untuk konsumsi rumah tangga.
Sejak tahun 2015 sampai dengan 2019 perdagangan dengan luar wilayah yang direpresentasikan oleh komponen net ekspor barang dan jasa terlihat negatif. Selama periode 2015-2019 perdagangan antar wilayah menunjukkan bahwa nilai impor cenderung lebih tinggi dari nilai ekspor.
Kecenderungan perdagangan antar daerah Kabupaten Banggai Laut dalam periode tersebut selalu menunjukkan posisi “defisit”. Ekspor yang tak pernah melampaui impor tergambar dari gerak kebijakan ekonomi pemerintah Kabupaten Banggai Laut.
Catatan Harian Luwuk Post, ekspor ikan yang diwacanakan sejak tahun 2017 tak kunjung terealisasi hingga saat ini. Ketika Covid-19 melanda tahun 2020, peluang ekspor kian tertutup seiring menguatnya pembatasan di negara-negara Asia Timur yang menjadi tujuan.
Kinerja ekonomi pemerintah Kabupaten Banggai Laut yang kurang mentereng itu membuat daerah ini menyimpan beban sosial. Angka kemiskinan Kabupaten Banggai Laut sangat tinggi, bahkan melebihi tingkat nasional yang rata-rata 9,22 persen. Tahun 2017, sebanyak 11.630 jiwa hidup miskin (16,17 persen), kemudian tahun 2018 naik lagi menjadi 11.970 jiwa (16,32 persen). Tahun 2019 hanya turun menjadi 15,27 persen atau 11.460 jiwa masih dalam kemiskinan.
Pengangguran terbuka pada tahun 2018 tercatat masih 1,99 persen atau 1.027 angkatan kerja belum memiliki pekerjaan. Industri perikanan dan pariwisata yang dinilai menjadi penopang, nyatanya belum maksimal menyerap tenaga kerja. (ali/*)