Burung Indonesia dan Salanggar Gelar FGD Soal Keanekragaman Hayati
SALAKAN, LUWUK POST-Organisasi Konservasi Nasional Burung Indonesia bersama Komunitas Konservasi Lokal Salanggar menggelar Focus Group Dicussion (FGD) di aula Kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banggai Kepulauan (Bangkep), Selasa (19)1/2020).
Materi FGD dibawakan langsung oleh perwakilan dari Burung Indonesia dan Salanggar. Hadir dalam kegiatan tersebut, perwakilan dari Bappeda, Dinas PUPR, Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan, KPH Pulau Peling, Dinas Pariwisata dan pejabat di lingkup DLH.
Inti pemaparan materi dalam FGD itu, yakni hasil survei keanekaragaman hayati dan kerja sosial pengelolaan sumber daya alam di Bangkep, sekaligus penggalian informasi dari sejumlah SKPD mengenai program-program yang berkaitan dengan konservasi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati.
Perwakilan dari Burung Indonesia, Jihad, menyampaikan, ada enam materi yang dipaparkan. Diantaranya, informasi mengenai kelestarian dan pengelolaan kehati, dan pemderdayaan masyarakat di sekitar kawasan kehati.
Selain itu, regulasi dan kebijakan pengelolaan kehati juga dibahas dalam FGD itu, integrasi kegiatan NGO ke dalam RPJMD, serta kolaborasi yang terbangun antara pemerintah dan NGO yang fokus pada kegiatan lingkungan.
“Makanya kita mengundang sejumlah instansi pemerintah terkait. Misalnya dinas lingkungan hidup apa program kedepannya untuk tahun 2021, regulasinya seperti apa? Yang pasti program tentang lingkungan. Begitu juga dengan pariwisata dan dinas lainnya yang hadir,” jelas Ketua Salanggar, Ilyas.
Jihad, perwakilan dari Burung Indonesia menerangkan, sebagai NGO, pihaknya dalam hal akan membangun hubungan kemitraan dengan pemerintah daerah. Mendukung berbagai program pemerintah yang berkaitan dengan pelestarian sumber daya alam. Sebab pengelolaan sumber daya alam membutuhkan banyak pihak.
OPD yang hadir dalam FGD itu pun meminta saran dan masukan kepada NGO mengenai program-program yang pro dengan Lingkungan. Sebab mengacu pada RPJMN lebih cenderung mengangkat tema tentang lingkungan. Dengan demikian RPJMD harus demikian, sebab acuan RPJMD adalah RPJMN.
Kedepannya menurut Jihad, NGO akan banyak terlibat dalam penyusunan RPJMD. Hal itu dimaksudkan agar RPJMD bisa lebih relevan dengan RPJMN yang saat ini lebih banyak berkaitan dengan isu-isu pembangunan berkelanjutan.
“Bagaimana kita bisa mengawal berbagai program yang telah disarankan sehingga bisa masuk dalam dokumen RPJMD untuk lima tahunan kedepan. Baiknya memang dalam pembahasan RPJMD harus banyak melibatkan para pemangku kepentingan seperti akademisi dan NGO, agar program pro lingkungan bisa inklud di dalamnya,” papar Jihad.
Berdasarkan FGD tersebut, Burung Indonesia bersama Salanggar kemudian menyusun rumusan hasil diskusi untuk menjadi rekomendasi untuk setiap OPD. Rumusan itu kemudian akan disampaikan ke masing-masing pimpinan sebagai bahan pertimbangan kedepannya. (tr-01)