LUWUK, LUWUK POST-Tak hanya di hulu yang terancam akibat masif bisnis tambang hingga perkebunan, di hilir mangrove pun kian terkikis akibat alih fungsi. Padahal, berbagai biota bergantung pada mangrove, selain melindungi pemukiman di pesisir dari terjangan abrasi.
Dekan Fakultas Perikanan Unismuh Luwuk, Erwin Wuniarto, mengakui kerusakan hutan mangrove di Kabupaten Banggai. Ia mengatakan, kerusakan mangrove disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap fungsi mangrove.
Sebelum ada pelarangan penebangan hutan pesisir, mangrove malah digunakan untuk tiang bangunan, dan bahkan digunakan untuk kandang ayam. “Tahun 2014 cenderung lebih baik, karena bahaya perusakan hutan mangrove mulai tersosialisasi,” ujarnya.
Ia mengatakan, mangrove sangat penting untuk meredam abrasi, maupun menahan ombak besar. Menurutnya, selain penebangan yang dilakukan masyarakat, ancaman keberadaan mangrove juga terjadi karena budidaya yang tidak memerhatikan kelestarian lingkungan.
Misalnya, budidaya karena masuknya investasi tambak udang, dan investasi lainnya. Sejatinya, kata dia, investasi dilakukan dengan tetap memperhatikan lingkungan. Mengupayakan kelestarian hutan mangrove sangat penting keberadaannya bagi daerah pesisir.
“Mestinya budidaya berkelanjutan, harus memperhatikan dan memelihara mangrove, karena ekosistem yang beragam jenisnya adalah wilayah payau, yang ada di lokasi hutan mangrove,” paparnya.
Ia mengakui saat ini banyak yang menjadikan hutan mangrove sebagai kawasan wisata dengan membangun jembatan. “Kalau ini, saya lihat boleh dilakukan. Sebagai salah satu upaya menyosialisasikan pentingnya mangrove, dan juga cenderung tidak merusak mangrove, karena jembatannya dibangun di antara tegakan mangrove,” paparnya.
Di Kabupaten Banggai, sejumlah wilayah yang mengembangkan sebagai kawasan wisata di antaranya, Desa Sobol Baru, Desa Lomba, Desa Poh. Di Kabupaten Banggai Kepulauan yakni Desa Tatakalai, Desa Ambelang, dan Desa Ombuli. Di Kabupaten Banggai Laut terdapat Pantai Oyama di Desa Lokotoy.
Sementara itu, Rektor Unismuh Luwuk, Sutrisno K Djawa, mengatakan, pemerintah perlu menjaga agar hutan mangrove tetap lestari. Termasuk menjaganya dari investasi yang merusak. Investasi bisa saja asal tetap memerhatikan aturan kelestarian lingkungan.
Tambak misalnya, perlu dilengkapi analisis mengenai dampak lingkungannya. “Jangan terbalik, bangun tambak dulu baru menyusul Amdal, tidak boleh seperti itu,” paparnya.
Ia mengakui, kerusakan paling parah hutan mangrove adalah alih fungsi lahan. Berbeda dengan kawasan kawasan wisata yang dibangun di hutan bakau, menurutnya, itu merupakan salah satu upaya mengedukasi masyarakat betapa pentingnya kelestarian mangrove bagi lingkungan. (ris)