LUWUK, LUWUK POST-Pelaku usaha wisata, khususnya perhotelan dan restoran, belum bisa berlari kencang mengejar ketertinggalan akibat pandemi Covid-19. Sama seperti tahun lalu, pada 2021 pun banyak kebijakan yang tidak selaras dengan target mereka. Karena itu, mereka berharap insentif pariwisata berlanjut tahun ini.
Dikutip dari Jawapos.com, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang kini bernama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) menjadi tantangan berat bagi dunia usaha. Khususnya mereka yang berkaitan dengan wisata.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani meminta pemerintah tidak terus-terusan mengunci sektor usaha. Yang lebih penting adalah meningkatkan kesadaran untuk mematuhi protokol kesehatan. “Masih banyak orang yang relatif sangat mengabaikan protokol kesehatan. Ini kan takutnya salah ngunci. Yang dikunci sektor usaha, padahal masalahnya tidak di sana,” tegas Hariyadi Minggu (10/1).
Terpisah, GM Hotel Santika Luwuk, Yance Lasa mengaku setuju dengan pernyataan dari Ketua PHRI yang menyatakan sektor pariwisata dalam hal ini hotel dan tempat usaha lain harusnya sudah bisa dibuka, dengan catatan mematuhi protokol kesehatan yang ketat. “Karena yang jadi permasalahan dan yang jadi tugas kita bagaimana mengedukasi masyarkat mematuhi dan mengerti serta melaksanakan protokol kesehatan,” tuturnya, Selasa (12/1).
Karena menurutnya, kondisi yang terjadi saat ini, biarpun hotel, tempat usaha dan tempat-tempat wisata melakukan protokol kesehatan yang ketat, tapi masyarkat belum melakukan penerapan protokol kesehatan, besar kemungkinan lonjakan Covid pun akan terjadi. “Saran saya memang harus kita bersama pemerintah beri kesempatan pemilik usaha untuk lakukan operasional seperti biasanya, dengan catatan harus dimonitor secara berkala dan menilai objek wisata itu layak dibuka kembali atau tidak,” terangnya.
Dan menurut Yance, salah satu kebanggaan yang telah dilakukan oleh semua hotel dan tempat wisata yakni melakukan sertivikasi Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan), dan Environment Sustainability (Kelestarian Lingkungan) yang disingkat dengan CHSE. Dengan adanya sertifikasi dari Kemenparekraf ini menurutnya, memberikan bukti bahwa hotel benar-benar dan sungguh-sungguh menerapkan protokol kesehatan tersebut. “Ini yang akan jadi Triger dalam kondisi pandemi seperti ini, hotel tetap komitmen melakukan dan menerapkan prokes dengan baik dan benar,” akunya.
Hanya menurutnya, yang menjadi tugas bersama-sama yakni memberi edukasi kepada masyarakat pentingnya penerapan Prokes, karena sektor pariwisata tidak bisa kita kunci, karena banyak yang bergantung di tempat tersebut, baik pekerja, supplier dan juga tamu. “Jadi multiplier effect nya sangat-sangat berdampak, hanya memang harus sadari bersama akan prokes,” pungkasnya. (gom)