DPRD Minta Perbaikan Layanan Kesehatan dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat
BANGGAI, LUWUK POST-Di penghujung Desember 2020, rancangan APBD 2021 ditetapkan. Harapan menggantung memasuki tahun anggaran baru, meski tantangan ekonomi menggelayut karena pandemi Covid-19.
Pelaksana tugas Bupati Banggai Laut Tuty Hamid mengatakan, pembahasan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD berlangsung sangat panjang sesuai tata tertib di DPRD, sehingga berkembang dan dinamis antara pansus eksekutif dan legislatif. “Hal tersebut semata-mata untuk perbaikan pemerintahan dan kepentingan masyarakat yang lebih baik ke depan,” tuturnya, Rabu (30/12/2020) malam di hadapan anggota legislatif.
Dalam rapat yang dipimpin Ketua DPRD Mahdiani Bukamo itu, eksekutif dan legislatif juga menetapakn Peraturan Daerah tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). “Saya harapkan setelah Perda ini ditetatpkan organisasi perangkat daerah terkait segera menyosialisasikan kepada masyarakat,” katanya.
Khusus rancangan APBD 2021, Fraksi Demokrat Berkarya mengusulkan agar status RSUD Banggai diubah menjadi badan layanan umum daerah agar kekurangan obat tidak terjadi lagi. Selain itu, eksekutif mesti mengalokasikan beasiswa kedokteran dan membenahi layanan rumah sakit.
Adapun Fraksi Nasional Demokrat meminta eksekutif agar mencermati kajian geografis, demografis, pertumbuhan ekonomi, teknologi, sosial-budaya, sistem kebijakan nasional, stabilitas politik, serta keamanan.
Hal itu menurut dia, perlu dicermati setelah pihaknya melihat perkembangan dalam pembahasan KUA-PPAS yang cukup panjang. “Optimalisasi sumber daya daerah, sehingga dapat memberikan proyeksi yang baik terhadap RPJMD periode 2021-2025,” kata juru bicara Mohamad Bakri Kinaa.
KUA-PPAS untuk rancangan APBD 2021 memang telah dibahas mulai Oktober 2020. Sejak saat itu, nominal anggaran tahun berikutnya telah tergambar. Penjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Banggai Laut, Idhamsyah, mengakui pendapatan dari dana perimbangan terkoreksi tahun 2021.
Ia menerangkan, pendapatan daerah mengalami kontraksi. Tahun sebelumnya dana alokasi umum (DAK)sebesar Rp 431 miliar, tetapi 2021 terkoreksi menjadi Rp 398 miliar. “Ada negatif loss Rp 133 miliar,” katanya saat pembahasan rancangan KUA-PPAS tahun 2021 di kantor DPRD Banggai Laut, Selasa (24/11).
Sementara dana alokasi khusus (DAK), kata dia, hanya bertambah Rp 100 juta pada 2021 dari tahun sebelumnya. “Kita harapkan pendapatan asli daerah menjadi pilihan kami,” tuturnya.
Pada momentum penetapan rancangan APBD 2021, Fraksi Merah Putih melalui juru bicaranya, Alaudin H. Ilyas meminta agar pemerintah Kabupaten Banggai Laut dalam pelaksanaan APBD tahun 2021 mengedepankan kesejahteraan dengan mempercepat program-program yang menyentuh langsung masyarakat. “Terutama penguatan ekonomi di tengah pandemi Covid-19,” katanya dalam sidang, Rabu (30/12) malam.
Soal kesejahteraan, tergambar dari kinerja ekonomi Kabupaten Banggai Laut dari sektor konsumsi rumah tangga. Menukil BPS, konsumsi rumah tangga di Kabupaten Banggai Laut tahun 2019 sebesar Rp 1.886,72 miliar, sementara total PDRB Banggai Laut tahun 2019 Rp 2.437,04 miliar. Sehingga 77,42 persen PDRB dikuasai konsumsi rumah tangga.
Ke mana saja konsumsi ini mengalir? Data BPS 2019 mencatat struktur komponen konsumsi rumah tangga, 42,11 persen dibelanjakan untuk makanan, minuman, dan rokok. Transportasi, komunikasi, rekreasi, dan budaya berada di urutan kedua, rerata konsumsi rumah tangga di sektor ini 19,54 persen.
Kemudian konsumsi rumah tangga untuk perumahan, perkakas, perlengkapan dan penyelenggaraan rumah tangga pada tahun 2019 18,37 persen. Kesehatan dan pendidikan yang juga tak kalah penting, masyarakat Kabupaten Banggai Laut hanya menyisikan 8,39 persen konsumsinya di sektor ini.
Konsumsi rumah tangga jauh kecil dibandingkan konsumsi pemerintah yang hanya Rp 341,08 miliar per tahun atau 14 persen dari total proporsi PDRB. Pengeluaran pemerintah ini selalu dikaitkan dengan luasnya cakupan layanan yang diberikan kepada publik, meskipun tidak seluruh masyarakat dapat merasakan manfaatnya secara langsung.
Kondisi tersebut dapat diartikan bahwa setiap rupiah pengeluaran pemerintah harus ditujukan untuk melayani penduduk, baik langsung maupun tidak langsung.
Pengeluaran konsumsi pemerintah secara total menunjukkan peningkatan, hal ini diikuti oleh adanya peningkatan pada rata-rata konsumsi pemerintah per kapita. Pada tahun 2018 konsumsi pemerintah per kapita Rp 4,19 juta, kemudian 2019 menjadi Rp 4,55 juta.
Selain konsumsi pemerintah per kapita, BPS juga mencatat rata-rata konsumsi per pegawai pemerintah adanya kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2018 Rp 181,43 juta dan Rp 163,27 juta di 2019.
Konsumsi akhir pemerintah menunjukkan peningkatan secara keseluruhan maupun rata-rata per penduduk maupun per pegawai. Parameter ini mengukur pemerataan kesempatan publik atas pengeluaran sumber daya finansial oleh pemerintah.
Kelemahannya, aktivitas impor daerah maritim ini acap kali lebih besar daripada aktivitas ekspor. Kontribusi net ekspor barang dan jasa selalu bernilai negatif, BPS mencatat pada tahun 2015-2019 komponen ini berkontribusi sekitar -15,49 hingga -18,11 persen.
Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian kebutuhan domestik masih harus didatangkan dari luar wilayah, bahkan luar negeri atau impor. Termasuk yang dikonsumsi rumah tangga dan pemerintah.
Bagaimana dengan tahun 2020 yang seluruh sektor hampir terkontraksi akibat Covid-19? Sejauh ini, BPS belum mengeluarkan hasil analisisnya. Meski begitu, tahun sebelumnya pertumbuhan ekonomi masih di atas rata-rata nasional. BPS mencatat ekonomi Banggai Laut 2019 tumbuh 6,67 persen, hanya naik beberapa digit dari 2018 yakni 6,22 persen. (ali)