Headlines

246 Ribu Warga Banggai Sasaran Vaksinasi

LUWUK, LUWUK POST—Sebanyak 246 ribu warga Kabupaten Banggai, menjadi sasaran vaksinasi yang akan dilaksanakan selama setahun ke depan.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai, Dr. Anang S Otoluwa, MPPM, memastikan pernyataan itu, warga Kabupaten Banggai yang menjadi sasaran vaksinasi sebanyak 246 ribu jiwa.

Jumlah itu di luar kelompok masyarakat yang tidak atau belum menerima vaksinasi, karena beberapa alasan. Kelompok yang tidak menerima vaksinasi ini, antara lain penyintas Covid-19, ibu hamil, ibu menyusui, kelompok remaja di bawah 18 tahun dan lansia di atas 60 tahun.

“Di luar kelompok masyarakat itu, sasaran vaksinasi sebanyak 246 ribu orang,” katanya.

Beberapa kelompok masyarakat  dengan kondisi tertentu itu (termasuk warga dengan tekanan darah tinggi), tidak masuk dalam daftar sasaran vaksinasi ini. Pasalnya, vaksin Sinovac yang kini digunakan, belum diuji klinis kepada kelompok-kelompok masyarakat tersebut.

Vaksinasi yang sudah dicanangkan pada Rabu (3/2) oleh pemerintah daerah dan forkopimda, akan dilaksanakan secara bertahap.

Dr. Anang S Otoluwa, mengatakan, vaksin untuk penyakit Covid-19 merupakan vaksin istimewa.

Menurutnya, penemuan vaksin penyakit lain biasanya membutuhkan waktu lama, sekira 10 tahun, bahkan ada yang sampai 100 tahun. Kondisi berbeda dengan vaksin penyakit Covid-19, yang ditemukan dalam waktu relatif cepat.

“Hal ini tidak lepas dari kemampuan teknologi, dan kerja para ilmuwan di hampir semua negara, sehingganya vaksin ini cepat ditemukan,” ujarnya.

Vaksin juga cepat ditemukan, karena seluruh sumber daya dikerahkan untuk itu, menyusul penyebaran dan penularan Covid-19 yang sangat masif.

“Itulah mengapa vaksinasi diupayakan (terlaksana) lebih cepat dari penyebaran penyakit,” paparnya.

Ia menjelaskan, Presiden telah mempercepat proses vaksinasi untuk seluruh masyarakat. Dari target awal 15 bulan, dipersingkat menjadi 12 bulan.

Harapannya, kata Anang, agar lebih cepat dari penyebaran virus. Termasuk target vaksinasi 70 persen dari populasi, dengan harapan segera terbentuk kekebalan komunitas.

“Maksudnya ketika semua masyarakat mengalami kekebalan, maka virus tak akan lagi berpindah dari satu orang ke orang lain,” paparnya.

Itulah mengapa, vaksinasi Sinovac ini dilaksanakan secara serentak, dalam tempo cepat, agar lebih efektif.

“Jangan sampai di sini sudah divaksin, di tempat lain belum. Meminjam istilah pilkada, harus TSM,” paparnya.

Ia memaparkan, bahwa warga umur 18 tahun belum divaksinasi, karena vaksin Sinovac belum diujikan kepada warga di bawah usia tersebut.

“Bukan berarti mereka tidak akan divaksin, hanya karena Sinovac belum diujikan kepada kelompok umur di bawah 18 tahun. Begitu juga dengan lansia di atas 60 tahun yang belum akan divaksinasi, karena vaksin ini belum diuji  di kelompok umur lansia itu,” paparnya.

Ke depannya Indonesia akan menjalin kerja sama dengan produsen vaksin lain seperti Pfizer dan AstaraZeneca, yang telah diuji klinis pada kelompok-kelompok yang belum disasar oleh Sinovac.

“Selain itu, ibu hamil dan menyusui, dan warga yang memiliki penyakit tertentu belum masuk sasaran, karena belum diuji coba. Hanya untuk kelompok yang sehat saja,” paparnya.

Karena itu, kata dia, vaksin Sinovac mengantongi izin edar dan penggunaan dalam kondisi darurat.

Ia mengatakan, warga Kabupaten Banggai yang menjadi sasaran vaksin—di luar kelompok yang belum diujiklinis itu—berkisar 246 ribu.

Ia juga menamakan, kelompok warga yang mengalami darah tinggi tidak divaksin, atau ditunda divaksin, karena vaksin tersebut belum diuji klinis pada manusia dengan tekanan darah tinggi.

Terkait efektivitas vaksin yang hanya 65 persen, Anang menjelaskan, bahwa standar WHO hanya 50 persen. “Sinovac 65 persen, jauh di atas standar WHO,” paparnya.

Anang menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan 65 persen itu, jika ada 100 orang yang divaksin maka 65 persen akan timbul kekebalan, tidak tertular lagi; sedang 35 persen lainnya bisa tertular tapi gejala dan dampaknya tidak seberat ketika belum divaksin.

Kepala RSUD Luwuk, Yusran Kasim, menambahkan, vaksin itu disuntikkan dua kali, sehingga efektivitasnya mencapai 90 -100 persen. “Bisa 90 persen antibodi terbentuk, sehingga disuntikkan dua kali, dalam jeda 14 hari, yang kedua itu menguatkan yang pertama,” paparnya.

Anang juga menuturkan, alasan di balik tidak divaksinnya 234 tenaga kesehatan, yang di antaranya pernah terkonfirmasi covid-19. Bukan karena mereka sudah punya kekebalan terhadap Covid-19, tetapi karena memang vaksin ini belum diuji coba pada mereka yang sudah pernah terpapar atau penyintas Covid-19.

“Jadi karena belum diuji coba kepada penyintas. Para penyintas, dianggap atau diasumsikan sudah kebal terhadap virus, meskipun belum ada penelitian yang menguatkan asumsi atau anggapan seperti itu,” paparnya. (ris)