LUWUK, LUWUK POST.id – Rasa dan Sikap nasionalisme sebagai seorang warga negara yang baik tidak hanya ditunjukan dengan berperang melawan musuh atau menjaga perbatasan, tetapi bisa dilakukan lewat cara yang lebih kreatif dan estetis, seperti mengkreasikan mural yang dilakukan sekelompok perupa Kabupaten Banggai yang tergabung dalam Komunitas Sketchood.
Mural yang dibuat Sketchood berlokasi di tembok dekat perempatan SMAN 1 Luwuk, Kelurahan Karaton, Kecamatan Luwuk. Kegiatan berkesenian yang berlangsung selama 1 minggu itu (15-22/8), dikerjakan oleh 8 orang.
“Kami melakukannya untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 76, tujuannya adalah untuk membangkitkan rasa nasionalisme dan patriotisme orang-orang yang nanti melihatnya, karena mural sedari dulu merupakan bentuk kesenian yang menambah semangat para pejuang,” ujar salah satu perupa, Rizki Malotes.
Ia juga menambahkan, Mural sendiri adalah cara menggambar dan melukis di atas media dinding, tembok atau permukaan luas yang bersifat permanen. Di era Leonardo da Vinci dengan lukisan “The Last Supper” atau biasa dikenal “perjamuan terakhir” pada akhir abad ke-15, adalah awal dari munculnya mural di era modern. Selain itu, mural dan graffiti juga berperan serta di era perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, dimana saat itu, mural digunakan sebagai media propaganda melawan penjajah.
“Teknik mural yang kita gunakan kali ini hanya 2, yaitu teknik langsung, dan teknik skala. Untuk aliran gambar yang kita gunakan kali ini bermacam macam, salah satunya aliran fauvism. Sebelum kita membuat mural, kita selalu berusaha untuk mendapatkan izin terlebih dahulu, dan Alhamdulillah untuk mural di lokasi kali ini, sebelumnya sudah koordinasi langsung dengan yang bersangkutan dan sudah diizinkan,” tambah anggota Sketchood yang lain, Syawal.
Perihal isu penghapusan dan larangan menggambar mural yang sedang ramai diperbincangkan di media nasional, Sketchood lewat salah satu anggotanya, Syahrul Lakoro menuturkan, selayaknya mural berbentuk pujian, mural dengan bentuk kritikan tidak perlu dihapus, keberadaannya di ruang publik sah-sah saja. Berbeda dengan tembok rumah pribadi yang tanpa izin digambari, hal tersebut merupakan bentuk vandalism.
“Toh di era pesta demokrasi 5 tahunan, poster, baliho dan stiker yang lebih terlihat narsis ketimbang edukatif sengaja dipasang partai politik di ruang publik, dan sama sekali tidak dilarang, malah bahkan dibiarkan bertebaran dan berlama-lama, yah ujung-ujungnya hanya menjadi sampah visual,” sambung dia. (abd)