Berita

20 Unit RLH Bongganan Tidak Merubah Wajah Kota Salakan

Moh Ikbal Laiti, Anggota Komisi II DPRD Bangkep

SALAKAN, LUWUK POST-Anggota Komisi II DPRD Banggai Kepulauan (Bangkep), Moh Ikbal Laiti menilai, bantuan 20 unit Rumah Layak Huni (RLH) untuk Desa Bongganan tahun 2022, di Dinas Perumahan, Pemukiman Kawasan Kumuh dan Pertanahan (Disperkimtan), tidak sesuai dengan arah pembangunan Kota Salakan.

Ikbal berdalih bahwa status Desa Bongganan telah ditetapkan dalam SK Bupati beserta dua Desa lainnya, yaitu Ambelang dan Lumbi-lumbia, sebagai Desa Kumuh Berat. Sehingga, perbaikannya harus benar-benar berdampak mengatasi kekumuhan itu.

“Artinya, Bongganan di dinas perumahan, itu prioritas. Karena ditetapkan Bupati sebagai kawasan kumuh berat. Berarti memang betul-betul harus ada perbaikan atau pemugaran yang bisa mengatasi kekumuhan itu,” jelas Ikbal ke sejumlah media, Kamis Siang (23/3)

Di sisi lain, lanjut dia, posisi letak Desa Bongganan yang menjadi bagian dari wilayah kota, sejalan dengan arah pembangunan tahun 2021-2022, yang menempatkan penataan ibukota pada posisi pertama. Sementara penyediaan rumah layak huni berada di poin ke lima.

Karena itu, dalam rapat kerja bersama Dinas Perumahan sebelumnya, Ikbal mempersoalkan intervensi pemerintah daerah yang hanya menyediakan 20 unit RLH untuk Desa Bongganan. Sebab menurutnya, hal itu tidak sesuai dengan arah pembangunan daerah dalam kaitannya dengan penataan kota.

Lanjut dia, luas kawasan pemukiman Desa Bongganan tidak mencapai 10 Hektar. Luasan tersebut mensyaratkan bahwa penanganan kawasan pemukiman kumuh, masih menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten, sesuai Permendagri Nomor 90 tahun 2019.

“Dalam permendagri 90 ada dua program terkait, yaitu Pemukiman, juga Perumahan dan kawasan Kumuh. Artinya, desa Bongganan bisa ditetapkan dalam SK kumuh, bisa juga bicara kawasan,” terangnya.

Nomenklatur terkait penyediaan RLH dan pemugaran sudah jelas diatur dalam regulasi. Karena itu, wewenang pemerintah kabupaten secara otomatis melekat. Apalagi Bongganan berstatus desa, yang kebetulan bertempat di wilayah kota.

“Olehnya, saya berharap kepada dinas perumahan. Karena ini dari tahun 2020, sudah saya suarakan. Dan saya minta kepada Bidang Tata Ruang PUPR, koordinasi dengan dinas perumahan terkait RTRW,” pintanya.

Selain koordinasi dengan Dinas PUPR, Ikbal juga meminta Dinas Perumahan berkoordinasi dengan Kepala Desa terkait penyusunan Pembuatan Perdes RTRW. Karena, kata dia, Dinas Perumahan harus mengetahui, ruang peruntukan anggaran desa dan aggaran daerah di desa.

Ikbal juga dengan tegas menyatakan menolak relokasi, dengan alasan relokasi hanya diperuntukkan ketika solusi untuk mengatasi kekumuhan tidak ada lagi.

“Tapi persoalannya sampai hari ini masih ada solusi. Laut masih bisa ditetapkan sebagai kawasan pemukiman. Di bawah 10 hektar itu, kalau tidak salah. Karena pertimbangan kearifan lokal,”

Hal paling utama itu dari semua itu, sebut dia adalah kearifan lokal. Dan itu instruksi presiden. Segala bentuk pembangunan itu, mulai dari desa ke kota harus mempertimbangkan kearifan lokal.

Saya tidak serta merta mewakili fraksi Gerindra atau pun Dapil I, saya juga mewakili Kerukunan Suku Sama, di tiga Kabupaten yakni Banggai, Banggai Kepulauan, dan Banggai Laut, dan saya ketuanya. Apalagi bicara kearifan lokal suku sama, maka saya harus kasih pertimbangan ke dinas-dinas. (Rif)