Achmad Tamrin, Posisi? (Menolak Lupa Kasus Pembobolan Kas Daerah)
SALAKAN, LUWUK POST – Kehebatan Achmad Tamrin, mau tidak mau harus diakui. Alasannya sederhana, Selain bisa meninanbobokan pemerintah daerah Banggai Kepulauan, ia juga mampu mempertahankan status Buron yang disandanngya sejak awal 2022 hingga sekarang.
Akan jauh lebih hebat, jika status Buron Eks Kepala BPKAD itu, ia bawa sampai ke alam kubur. Karena sejarah akan mencatat nama besarnya sebagai aktor yang sukses secara paripurna memainkan peran antagonis tanpa sentuhan belenggu aparat hukum.
“Achmad Tamrin, Posisi?” kalimat interogatif yang kerap digunakan untuk mempertanyakan keberadaan orang lain ini di sekitar Banggai Kepulauan ini, layak dilontarkan untuk menyegarkan kembali ingatan publik atas sejarah kelam Banggai Kepulauan 2019 lalu. Episode penanganan kasus bocornya kas daerah, serta pencarian pelakunya saat ini belum berakhir.
Meski sudah dinyatakan menghilang sejak akhir 2019, namun Birokrat separuh baya itu baru resmi menyandang status Daftar Pencarian Orang (DPO) Februari 2022 lalu. Identitias Thamrin tercatat di atas lembaran Pro Justitia Polda Sulawesi Tengah bernomor : DPO /07/II/Dit Reskrimsus, dalam kasus penyalahgunaan keuangan daerah senilai Rp 29,4 Miliar.
Sayang, Pro Justitia yang dialamatkan ke KPK, Bareskrim Polri, dan Kapolda se-Indonesia itu belum berhasil menyingkap peraduan lelaki kelahiran Waepo (Maluku) itu. Malah, kabar tentangnya perlahan kian dalam terpendam di bawah ramainya wacana publik tentang beraneka isu kedaerahan
Aktifis, LSM, Media Massa lokal, yang semula terdengar lantang mendengking, kini terhimpit rasa jenuh lantaran peliknya wara-wara tentang progres pencarian dan penanganan kasus itu. Padahal, beberapa saksi telah keluar masuk ruang penyelidikan.
Sikap bungkam pemerintah daerah, selaku korban utama (main victim) dari aksi penggarongan itu, seolah menandakan ‘kepasrahan’, kas daerah dimaling begitu saja. Pasalnya, hingga kini tak secarik kertas pun dilayangkan untuk menanyakan seberapa jauh kasus itu sudah dkhatamkan.
Sulit membayangkan, jika sampai akhir hayatnya nanti, sang Buron masih tercatat dalam DPO. Setidaknya, calon koruptor berikutnya akan menjadikan pola yang dimainkan dia sebagai cermin dalam beraksi. Sederhananya, Banggai Kepulauan akan menjadi daerah percontohan yang cukup aman untuk melakukan aksi korupsi.
Publik sedikit pun tak sangsi dengan integritas kepolisian dalam mengawal perkara megakorupsi sepanjang sejarah mekarnya daerah Banggai Kepulauan itu. Apalagi meminta kepolisian segera menangkap dan membui Tamrin? Itu keliru, sebab penanganan kasus korupsi atau perburuan buronan, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Lagi pula, kasus pembobolan kas daerah itu, hanya merupakan satu dari sekian banyak kasus yang telah berhasil ditamatkan. Akan tetapi, tidak keliru pula jika kabar pencarian serta hasil pemeriksaan bisa sekali-sekali dihembuskan untuk menjawab kegalauan isi jiwa masyarakat.
Pemerintah daerah, sebagai pelayan publik sesungguhnya berperan penting sebagai corong suara masyarakat atas penanganan kasus tersebut. Sebab, tenggorokan publik sudah agak parau memekik sejak awal. Sehingga sewajarnyalah, pemerintah daerah mewakilikan suara masyarakat ke APH.
Upaya koordinasi intens Pemerintah Daerah dengan APH, paling tidak bisa membuktikan bahwa tak lagi ada ruang buat koruptor untuk beraksi di tanah yang konon katanya ‘bertuan ini’. Sebab sampai detik ini pun belum ada yang bisa menjamin, kasus serupa tidak lagi terulang.
Siapa tau saja, dengan tertangkapnya Thamrin, sebagian angka Rp 29,4 Miliar yang diembatnya bisa kembali ke kas daerah. Lagi pula, mungkin tidak ada salahnya jika asset pribadinya bisa disita sebagai pengganti kerugian daerah.
Karena mustahil rasanya, pejabat daerah sekelas eselon dua tidak memiliki asset pribadi. Mustahil juga uang senilai Rp 29,4 Miliar itu ia habiskan percuma, tanpa belanja aset.
Pergumulan publik soal kemampuan fiskal daerah saat ini, setidaknya telah mengantarkan ingatan kita pada sosok Achmad Thamrin yang telah berkontribusi besar memiskina daerah ini. Lalu, apakah kita pasrah saja, atau bagaimana?