
ILUSTRASI
Sindrom mata kering (keratokonjungtivitis sicca) adalah suatu kondisi berkurangnya kelembaban pada lapisan air mata dan permukaan bola mata yang disebabkan banyak faktor. Sindrom mata kering sangat sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dengan angka kejadian sekitar 25% dari seluruh penyakit mata. Tingkat insidensinya terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Sindroma mata kering merupakan salah satu gangguan pada mata yang paling sering dikeluhkan. Sindroma mata kering biasanya sering terjadi pada usia > 40 tahun, namun akhir- akhir ini sindroma mata kering juga ditemukan pada usia < 40 tahun, hal ini diduga karena meningkatnya penggunaan perangkat elektronik dan terpapar layar terus menerus seperti komputer, tablet, dan smartphone atau yang dikenal dengan istilah gadget pada usia tersebut.
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Worldwide Internet and Mobile Users: Emarketer’s Updated Estimates for 2015 bahwa pada tahun 2018, jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia mencapai sekitar 92 juta. Dengan jumlah sebesar itu, Indonesia menjadi negara pengguna aktif smartphone ketiga terbesar di Asia Pasifik setelah Cina dan India. Berdasarkan data WHO memperkirakan bahwa hampir 18,9 juta anak di bawah 15 tahun mengalami gangguan tajam in penglihatan. Meningkatnya pengguna gadget di era sekarang ini menimbulkan kekuatiran akan efek radiasi sinar gadget terhadap kesehatan mata.
Penggunaan gadget yang saat ini sudah menjadi kebutuhan bagi sebagian besar manusia terutama pada masa pandemi. Penggunaan gadget menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya sindrom mata kering yang ditinjau baik dari segi jarak pandang maupun durasi penggunaan gadget. Penggunaan gadget akan mengurangi refleks berkedip yang menyebabkan terjadinya pengupan air mata secara berlebihan sehingga menimbulkan sindrom mata kering. Adapun gejala mata kering seperti gatal atau berpasir, sekresi lendir berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit menggerakan palpebra (kelopak mata).
Dalam berbagai penelitian ditemukan hubungan bermakna antara jarak penggunaan dan lama penggunaan gadget dengan sindroma mata kering, singgah sangat penting untuk menjaga jarak antara mata dan layar laptop/komputer yang optimal adalah minimal ≥50 cm sedangkan jarak optimal mata dan layar smartphone/tablet adalah minimal ≥30 cm serta mengistirahat mata selama 10-15 menit setelah menggunakan gadget merupakan faktor protektif terhadap munculnya keluhan mata kering.
Menurut World Health Organisation (WHO) dari pedoman terbaru berfokus kepada waktu layar yang menetap atau didefinisikan sebagai waktu secara pasif yang dihabiskan untuk menonton layar gadget seperti TV, komputer dan perangkat smartphone.
Durasi layar yang normal yaitu ≤3 jam/hari dan dikatakan tinggi jika >3 jam/hari. Durasi layar juga diklasifikasikan sebagai durasi layar aktif dan pasif:
- Durasi layar aktif: adalah yang melibatkan fisik dalam penggunaan gadget seperti bermain games dan mengerjakan tugas.
- Durasi layar pasif: adalah hanya dengan menatap layar yang menetap seperti menonton TV atau film.
Selain itu, salah satu strategi yang tepat untuk mencegah atau mengurangi kondisi mata kering pada pengguna layar gadget adalah dengan melibatkan modifikasi perilaku. Modifikasi perilaku yang dimaksud adalah seperti latihan berkedip atau mengistirahatkan mata secara berkala serta modifikasi lingkungan. Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan sindrom mata kering diantaranya adalah ruangan yang ber-AC dan lingkungan dengan kelembapan rendah, sehingga perlu dilakukan usaha modifikasi untuk menjaga kelembaban lingkungan tetap sesuai sehingga risiko mata kering dapat diturunkan. Strategi ini dapat meminimalisir terjadinya sindrom mata kering yang disebabkan oleh evaporasi atau penguapan air mata yang berlebihan.
Biografi : Nama Lengkap dr. Feby Bantoyot , biasa disapa dr. Feby. Saat ini bekerja di Puskesmas Bonebobakal, buka Praktek Mandiri di Apotek Gracio Desa Eteng Masama.