Headlines

Kenali Tanda dan Bahaya Gagal Ginjal Kronik

OLEH: dr. I Wayan Hendra Gunadi (Dokter umum UPTD Puskesmas Tangeban)

Permasalahan kesehatan di dunia yang masih menjadi prioritas adalah Penyakit Tidak Menular (PTM). Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan salah satu dari PTM, kasus PTM ini terus mengalami peningkatan dimana penyebab tidak langsung dipengaruhi oleh tingginya tingkat stress, perubahan pola hidup yang pasif, pola konsumsi seperti banyak mengonsumsi tinggi lemak dan kolesterol.
Penyakit ginjal kronik saat ini menyerang sekitar jutaan orang di seluruh dunia. Satu dari sepuluh orang dewasa memiliki penyakit gagal ginjal kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD). Berdasarkan data yang didapat dari 655 unit Hemodialisa(HD) di seluruh Indonesia, jumlah pasien aktif yang menjalani HD pada tahun 2017 adalah sebesar 77.892 orang. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) pada tahun 2018, menunjukkan prevalensi CKD (per mil) ≥ 15 tahun berdasarkan diagnosis dokter tahun 2013-2018 di Indonesia adalah 3,8%.
Penyakit ginjal dijuluki sebagai silent disease karena seringkali tidak menunjukkan tanda-tanda peringatan. Hal tersebut akan memperburuk kondisi penderita dari waktu ke waktu dan akhirnya jatuh kedalam kondisi penyakit chronic kidney disease (CKD). Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan pada ginjal yang terus berlangsung dan tidak dapat diperbaiki, hal ini disebabkan oleh sejumlah kondisi dan akan menimbulkan gangguan multisistem. Penyakit ginjal kronik didefinisikan sebagai penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60 ml/min/1,73 m2 yang terjadi selama lebih dari 3 bulan atau adanya penanda kerusakan ginjal yang dapat dilihat melalui albuminuria, adanya abnormalitas sedimen urin, ketidaknormalan elektrolit, terdeteksinya abnormalitas ginjal secara histologi maupun pencitraan (Imaging), serta adanya riwayat transplatasi ginjal. Berdasarkan data 7th Report of Indonesian Renal Registry, penyebab kerusakan ginjal pada gagal ginjal kronik adalah multifaktorial dan kerusakannya bersifat ireversibel. Penyebab tersering umumnya karena penyakit hipertensi, diabetes mellitus atau nefropati diabetika, kelainan bawaan atau glomerulopati primer, gangguan penyumbatan saluran kemih atau nefropati obstruksi (7%). Faktor-faktor lain yang diduga berhubungan dengan meningkatnya kejadian gagal ginjal kronik antara lain minuman suplemen energi, merokok, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga, dan pemakaian obat analgetik. Pada penderita penyakit ginjal kronik adapun gejala berupa kekurangan energi, gatal pada badan, mengantuk, sesak napas, bengkak pada tubuh, nyeri, mulut kering, kram otot, kurang nafsu makan, konsentrasi yang buruk, kulit kering, gangguan tidur, dan susah buang air besar. Modifikasi faktor resiko Penyakit Ginjal Kronik dilakukan pada hipertensi, obesitas, sindroma metabolik, hiperkolesterolemia, anemia, dan rokok. Penyakit Ginjal Kronis dengan tanda-tanda kegagalan ginjal, kegagalan pengontrolan volume dan tekanan darah, gangguan status gizi, dan gangguan kognitif membutuhkan terapi hemodialisis. Hemodialisis merupakan suatu cara untuk mengganti fungsi ginjal dengan mengeluarkan produk sisa metabolisme tubuh, air dan menjaga keseimbangan elektrolit melalui membran semipermiabel yang disebut dialyzer. Ketika penderita memulai hemodialisis, maka saat itulah pasien harus merubah seluruh aspek dalam kehidupannya. Selain harus mendatangi unit hemodialisis selama 2-3 kali dalam satu minggu, penderita juga harus konsisten mengkonsumsi obat, memodifikasi gaya hidup seperti diet makanan, mengatur intake cairan, dan mengukur balance cairan setiap hari. Masalah lain yang muncul seperti penurunan hemoglobin juga harus diantisipasi. Termasuk masalah psikososial akan menyebabkan kelelahan yang dapat berdampak pada kegagalan terapi dan memperburuk prognosis.(*)